Langsung ke konten utama

Alasan Mengapa Remaja Saat Ini Menyukai Dra-Kor

Beberapa remaja, terutama remaja cewek, doyan banget nonton drama Korea. Meskipun masih ada beberapa remaja yang suka nonton sinetron Indonesia, tapi tetep aja yang lebih kental sama selera mereka itu ya drama Korea. K-Drama.

Nggak sedikit remaja Indonesia yang bahkan menghina sinetron buatan negara sendiri, membanding-bandingkannya dengan beberapa drama Korea, dan akhirnya langsung memaki dan kesal begitu tahu ada sinetron yang menjiplak drama Korea.

Sebenarnya kenapa sih drama Korea banyak diminati cewek-cewek? Kenapa sih banyak remaja yang sebegitu ngefansnya sama drama Korea?

Menurut pengamatan saya, ada beberapa alasan yang membuat drama Korea lebih menarik untuk ditonton dibandingkan sinetron Indonesia.

1.Pemainnya Berwajah Menarik

Udah nggak aneh lagi kalau orang-orang Korea punya wajah yang enak buat dilihat. Aktornya ganteng, aktrisnya cantik dan imut. Beberapa dari mereka mungkin melakukan operasi plastik pada kelopak mata dan hidung.

Di Indonesia pun banyak pemain yang berwajah cantik dan ganteng. Sayangnya, berbeda dengan FTV atau film layar lebar, sinetron Indonesia cenderung dipenuhi pemain-pemain berawajah campuran.

2.Peran yang Dimainkan Sangat Pas

Terkadang saya heran, kenapa saya bisa sangat jatuh cinta pada seorang aktor atau aktris dalam drama Korea? Beberapa aktor atau aktris K-Drama adalah penyanyi yang tergabung dalam boyband atau girlband. Dalam grup menyanyi tersebut, saya membenci sang aktor. Anehnya, saat menonton drama yang dimainkannya, saya jadi jatuh cinta. Kok bisa?

Setelah dipikir-pikir, rupanya aktingnyalah yang sangat mendukung. Cara dia memerankan karakter dalam drama sangat pas, membuat penonton jadi jatuh cinta pada karakter yang dimainkannya.

3.Soundtracknya Pas dan Bervariasi

Nggak aneh kalau drama Korea selalu dilatari lagu-lagu yang disebutsoundtrack. Para penonton pun tidak hanya mengingat alur cerita sebuah drama, tetapi juga mengingat soundtrack-soundtracknya. Drama Korea sangat kreatif dan variatif dalam menyisipkan soundtrack. Terkadang, satu karakter dalam K-Drama diwakilkan oleh satusoundtrack. Lirik soundtracknya pun sangat pas bagi karakter tersebut.

Hal ini berbeda dengan sinetron Indonesia yang cenderung hanya dihiasi oleh satu atau dua soundtrack saja. Selebihnya, sinetron di Indonesia lebih diwarnai backsound-backsound yang sesuai dengan isi hati si pemainnya.

4.Alur Ceritanya Cenderung Berani

Drama Korea cenderung berani ‘bermain-main’ dengan alur ceritanya. Meskipun ada beberapa adegan yang terlihat klise atau bahkan beberapa drama Korea yang memiliki latar belakang cerita yang sama, tetap saja penonton dibuat terpukau. Selalu ada satu hal unik yang membuat alur cerita drama menjadi seolah-olah terlihat menarik. Padahal, tidak jarang beberapa drama Korea mengadaptasi cerita dari drama Jepang, manga Jepang, bahkan manwa Korea. Anehnya, tetap saja penggarapan dan pengembangan ceritanya terkesan unik.

Berbeda dengan sinetron Indonesia. Banyak sinetron Indonesia yang mengadaptasi cerita dari drama atau film negara lain. Cara penggarapannya yang sama persis membuat sinetron Indonesia jadi terlihat menjiplak terang-terangan. Ada pula sinetron-sinetron Indonesia yang mengadaptasi film layar lebar Indonesia. Sebut saja Heart, Surat Kecil untuk Tuhan, Get Married, dan lain-lain dengan embel-embel The Series di belakangnya.

Meskipun demikian, tidak semua sinetron Indonesia adaptasi film kurang menarik untuk ditonton. Ada dua sinetron adaptasi film garapannya baik menurut saya. Sayangnya, dua sinetron ini adalah sinetron tayangan lama, yaitu Inikah Rasanya yang dibintangi Allysa Soebandono dan Kiamat Sudah dekat yang dibintangi Andre Taulani.

5.Shoot-Shootnya Enak untuk Dilihat

Ini adalah salah satu hal yang bikin saya berdecak kagum tiap menonton K-Drama. Kok bisa sih seberani itu mengambil shoot dan memberi special effect? Istilahnya, ini kan cuma drama, bukan film box office layar lebar. Kenapa ngeshootnya harus sekeren itu?

Dalam drama Korea, menurut saya, ada detail-detail shoot yang enak banget buat dilihat. Penggarapannya asik sekali. Drama terbaru yang punya teknik shoot dan editing yang keren adalah opening drama You Who Came from The Star dan episode 5 drama Flower Boy Next Door menit ke-26:43.

Jauh berbeda dengan beberapa sinetron Indonesia. Saya bilang beberapa karena tidak semua shoot sinetron Indonesia buruk. Kenapa ada yang buruk? Mungkin karena episode sinetron Indonesia yang cenderung panjang, membuat syuting sinetron harus dijalani secara stripping. Tidak ada banyak waktu untuk menentukan shootlist dan mengedit lebih detail. Tidak jarang, dalam beberapa episode, ada beberapa hal yang bocor dalam sinetron Indonesia, seperti boomer (microphone shotgununtuk merekam suara), visual effect yang tidak rapi, dan lain-lain.

Eh, drama Korea juga kadang ada yang bocor, loh. Contohnya waktu mengangkat telepon, saya sempat melihat si aktor me-reject telepon tersebut.

6.Figurannya Berakting Baik

Ini yang paling ngeselin dalam K-Drama. Kenapa figurannya aktingnya bagus? Kan kesel, ya. Sekali lagi, ini hanya drama, bukan film layar lebar. Kenapa harus memilih pemain figuran yang mainnya bagus-bagus? Yah… nggak semua figurannya mainnya bagus sih, terkadang ada beberapa pemain figuran (terutama anak kecil) yang terkesan asal-asalan.

Berbeda dengan sinetron Indonesia. Pernah memerhatikan suster di rumah sakit? Atau petugas RT yang tiba-tiba dateng ke rumah? Dalam sinetron Indonesia, pemain-pemain figuran seperti itu, yang munculnya cuma satu kali dalam satu episode, kadang bener-bener kelihatan asal-asalan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

style zaman now

Ya,  selfie  atau yang dulu kita kenal dengan narsis adalah istilah baru yang kini sedang digandrungi banyak orang, utamanya kaum muda di negeri kita ini. Foto selfie biasanya dilakukan seseorang untuk menunjukkan dirinya, semisal kecantikan, ketampanan, kebersamaan, ataupun kegilaan. Hanya untuk sekedar bersenang-senang dan sebagai kenang-kenangan agar tidak kehilangan momen berharga bersama sahabat maupun kerabat. Biasanya, foto diambil dari jarak dekat, sehingga berfokus ke wajah saja. Siapa sih, yang tidak tahu  selfie ?  apalagi  kita termasuk ke dalam orang-orang yang biasa atau setidaknya pernah berfoto gaya selfie ini. Nah, biasanya foto-foto jenis ini tidak pernah absen menghiasi sosial media semacam facebook, twitter, path, BBM, instagram, dan sejenisnya. Dari foto ekspresi wajar, sampai yang berani gila-gilaan sehingga terkadang bukannya terlihat bagus malah membuat kita  ilfeel melihatnya. Tapi itu wajar, tidak satu dua orang saja yang melakukannya. Tidak hanya kaum

DeJaVu

Sebenarnya, Apa Itu Dejavu dan Kenapa Bisa Terjadi? Dejavu adalah suatu keadaan di mana Anda merasa familiar dengan kondisi sekitar Anda, seolah-olah Anda sudah pernah mengalami hal tersebut dengan keadaan yang persis sama, padahal apa yang sedang Anda alami sekarang mungkin adalah pengalaman pertama Anda. Kejadian ini bisa berlangsung 10 sampai 30 detik, dan lebih dari satu kali. Jika ini terjadi pada Anda, Anda tidak perlu panik, karena menurut beberapa penelitian, dua sampai tiga orang yang pernah mengalami dejavu akan mengalaminya kembali. Dejavu alias “déjà vu” berasal dari bahasa Prancis yang berarti “sudah pernah melihat”. Sebutan ini pertama kali dicetuskan oleh Émile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876. Banyak filosofis dan ilmuwan lain yang mencoba menjelaskan mengapa dejavu bisa terjadi. Menurut Sigmund Freud, terjadinya dejavu berhubungan dengan keinginan yang terpendam. Sementara menurut Carl Jung, dejavu berhubungan dengan a

History of Batak Script

The Batak script, or  surat Batak , is sometimes used to write the Batak languages, which are spoken in the north of Sumatra in Indonesia. Traditionally the Batak script was only used by  datu  (priests), and they used it to write magical texts and calendars. Batak is thought to be a descendent of the Pallava and Old Kawi scripts, which ultimately were derived from the  Brahmi  script of ancient India. Or it might be a descendent of a hypothetical Proto-Sumatran script, with Pallava influences. After Europeans - first German missionaries, then the Dutch - began visiting Batak-speaking areas from 1878 the Batak script was taught in schools, along with the Roman alphabet, and teaching and religious material was published in the script. Not long after the First World War missionaries decided to stop using the Batak script in books. Since then the script has been used mainly for decoration purposes. Notable features Type of writing system: syllabic alphabet - each consonant (a